Beranda

Jumat, 02 Maret 2012

KONYOL                                      

Teman, aku mau berbagi cerita tentang beberapa kekonyolan yang pernah aku lakukan akibat sikap cerobohku maupun karena niat ingin menolong teman. Aku yakin kita semua pernah melakukan hal-hal konyol dalam hidup. Bahkan kadang-kadang sangat lucu atau sangat memalukan, mungkin juga menyedihkan.


 

Konyol 1
Ini kejadian lama tahun 2006. Waktu itu aku dan beberapa teman kerja di IOM, backpacking ke Malaysia & Singpore. Dari KL ke Singapore via darat dengan sebuah van. 
Kisahnya saat pemeriksaan pasport di keimigrasian Singapore,  dua orang temanku dicurigai terlibat tindakan terorisme. Entah karena tampang mereka yang ‘aceh banget’ alias mirip actor  film india, haha. Entah juga karena pasport mereka yang hampir penuh dengan stempel imigrasi negara-negara Eropa (apa hubungannya?).

Dua temanku ini sudah pernah keliling beberapa negara di Eropa dalam misi kemanusiaan. Waktu itu, Singapore memang sedang sangat reaktif terhadap isu-isu teroris, apalagi terhadap orang Indonesia. Singkatnya setelah direcoki beberapa pertanyaan, kedua temanku ini dimasukkan ke ruang isolasi (entah itu sebutannya) untuk proses interogasi.

Aku antri beberapa selang di belakang mereka. Semula aku kurang paham permasalahannya. Aku tahunya, kita sedang dapat masalah. Saking tegangnya suasana waktu itu, aku tidak memperhatikan teman lain di depanku yang lolos dari pemeriksaan dan dibolehkan keluar. Dan aku juga lupa melihat jalur keluar yang mereka lalui.
Nah, giliran aku diperiksa, deg-degan juga. Alhamdulillah lolos. Namun rasa deg-degan masih ada sehingga bingung, mana jalur keluarnya?

Aku tidak melihat tulisan exit.  Akhirnya aku mengambil jalur arah ke kanan. Nampak dua teman yang tadi berada di sebuah ruang yang seluruh dindingnya terbuat dari kaca bening sehingga terlihat jelas aktivitas orang di dalamnya. 
What’s stupit! Aku berusaha masuk ke ruang tersebut dengan mendorong salah satu pintunya. Aku lupa membaca pesan “warning” yang ditempel sangat jelas di pintu kacanya.
Perempuan yang sedang bertugas melakukan pemeriksaan kami tadi, berteriak ke arahku supaya aku menjauhi tempat itu. Rupanya dari tadi dia melihat gelagatku, kenapa aku menuju ruang itu padahal aku dibolehkan lewat? Mungkin itu dalam benaknya. 
Suara perempuan dari ras Benggali yang bertubuh tinggi besar tersebut menggelegar, memenuhi ruangan. Semua mata tertuju padaku. Syukur, teman-teman yang masih dalam antrian memberi kode dengan anggota tubuh mereka agar aku menjauh dari tempat itu dan menunjukkan arah keluar. Hah, what a shame!!  

Konyol 2
Ini masih dalam momen yang sama, bankpacking Malaysia-Singapore. Saat akan kembali ke tanah air, di bandara KL.

Sambil menunggu waktu take off yang lumayan lama, masing-masing kami melakukan aktivitas apa saja supaya tidak bosan. Makan, tidur-tiduran di bangku, jalan-jalan keliling sambil keluar masuk outlet/distro fashion & asesoris, resto, buku, dll. Semuanya kami samperin baik membeli atau cuma sekedar cuci mata. 
Di outlet buku, mulanya aku kurang tertarik karena kebanyakan buku atau majalah berbahasa Melayu. Tapi karena outlet lain sudah kusambangi semua, aku memilih berlama-lama diantara buku & majalah. Akhirnya larut juga sampai tidak sadar dengan waktu & sekelilingku.

Telpon dari teman-teman tak terdengar olehku saking asyiknya. Setelah berkali-kali mereka telpon, baru aku sadar. Aku berlari tergesa & kebingungan mencari teman-temanku. Tak kelihatan seorangpun olehku.

Aku jadi panik karena kehilangan mereka. Meskipun mereka memberitahukan posisi mereka tetap saja aku kesasar  karena memang baru pertama kali aku ke bandara ini. Akhirnya setelah naik turun lift aku sampai juga ke tempat mereka sedang antri pemeriksaan ticket. 
Terlambat beberapa menit saja, bisa dipastikan aku harus menjadwal ulang kepulanganku dan tentunya harus membeli tiket lain. Terbayang olehku kalau hal itu menimpaku. Alhamdulillah, ya Allah Engkau menolongku (lagi). Sampe sekarang kalau membayangkan hal itu, aku bernafas lega karena telah “selamat”.
                                                 
Konyol 3
Ini kejadian tahun 2009. Ke Jakarta bersama teman-teman. Berhubung check in sebelum jam 7 pagi, kami sepakat berangkat malam dari Sigli dan menginap di Banda Aceh. Tepatnya di rumah seorang teman di daerah Tungkop karena lokasinya dekat dengan bandara SIM.
Kira-kira 2 jam menjelang keberangkatan ke Banda Aceh, seseorang menelpon, mengabari bahwa ada teman kami yang saat itu sedang di rawat di IGD dan membutuhkan tranfusi darah.
Aku dan beberapa teman lain sangat ingin membantu mendonorkan darah. Akhirnya kami ke rumah sakit dimaksud dan menjalani pemeriksaan untuk proses pengambilan darah. Pada saat itu aku tidak menyadari kalau Hpku habis batere.

Begitu selesai, aku mau menelpon teman mau mengabarkan kondisiku dan minta waktu karena akan terlambat. Apa hendak dikata, aku tidak bisa menghubungi saah seorang pun dari teman yang akan sama-sama berangkat malam itu. Aku jadi galau karena yakin, mereka pasti sudah berusaha menghubungiku. Kemudian aku langsung pulang ke rumah, mungkin mereka berusaha menghubungi keluargaku.

Benar saja, sampai di rumah, adikku memberitahu bahwa teman-temanku dari tadi menghubungi dan sudah berangkat. Weleh…. Ditinggal lagi. Aku berusaha menelpon mereka dan menanyakan posisi. Karena belum jauh, sekitar 5 kilometer dari Sigli, aku segera menyusul mereka.

Syukur mereka mau menunggu. Setelah bertemu, susah payah aku jelaskan alas an keterlambatanku dan mereka bisa memaklumi. Begitulah teman, kadang kita harus mengorbankan diri sedikit untuk menolong orang lain. Meski harus siap mental dikeselin, bahkan dimarahi. Semua keputusan yang kita ambil ada dampak dan resikonya.
J J

Konyol 4
Masih berkaitan dengan perjalanan ke Jakarta bersama teman-teman, tahun 2009. Lagi-lagi tentang keterlambatan (kebiasaan buruk berulang kali aku lakukan meski sudah berusaha untuk bisa on time, bahkan lebih cepat). 
Hari itu, jadwal kepulangan ke Banda Aceh, pesawat pukul 3 sore. Pagi-pagi, aku & teman-teman nekat pergi shopping karena masih ada yang ingin kami beli.

Dari Hotel Aston Marina Ancol, tempat kami nginap, kami naik taxi ke ITC Mangga Dua, ampai di sana rupanya masih tutup, karena memang masih sekitar jam 8 pagi. Dari lokasi ini kami sepakat naik taxi ke ITC Cempaka Mas di Sunter. Sampai di sana ruangan masih gelap karena belum ada outlet yang buka. Setelah menunggu beberapa saat, sebagian mulai buka.

Sambil keliling-keliling mencari yang ingin kami beli hingga semua outlet buka menjelang siang. Ketika hendak kembali ke hotel, salah seorang teman belum kembali ke tempat yang sudah kami sepakati untuk berkumpul. Ditelpon pun Hpnya tidak aktif. Kami jadi serba salah, menunggunya akan terlambat, tidak menunggu, kasihan ditinggal sendiri.

Kemudian diputuskan, teman-teman yang lain pulang lebih dulu ke hotel dengan alasan belum selesai packing barang. Sementara aku pulang belakangan, menunggu  teman yang belum juga kelihatan. Begitu teman-teman tiba di hotel, mereka telpon bahwa teman yang sedang aku tunggu sudah duluan tiba di hotel. Rupanya dia berinisiatif pulang sendiri karena tidak bisa menghubungi kami.

Inisiatif yang bagus, menurutku tapi menyulitkan orang lain. Karena inisiatifnya tersebut, aku harus pulang sendiri ke hotel dengan resiko “keamanan & kenyamanan” (karena aku belum pernah naik taxi sendirian di Jakarta) serta terlambat di sampe ke bandara. Oalahhh…

Sambil mengerutu, aku stop sebuah taxi. Sepanjang perjalanan aku berdoa semoga selamat tiba di hotel. Sesekali aku melirik foto & biodata singkat si sopir yang di gantung di depan. Dengan maksud mudah mengidentifikasi kalau sesuatu yang buruk terjadi padaku. Ahh sampe begitu khawatirnya aku.

Si sopir agaknya bisa melihat gelagatku yang galau. Terutama saat ditanyai, mau lewat jalan tol apa jalan regular, aku memilih yang kedua karena menurutku lebih aman meski kata si sopir kemungkinan sampai lebih lama karena macet. 
Benar saja, jalan yang kami lewati ternyata saat itu sedang digenangi air hujan dan ruas yang lain sedang ada perbaikan. Kemacetan tidak dapat dihindari. Teman-teman yang sudah menunggu di hotel berkali-kali menelpon menanyakan posisiku.

Mereka mendesak untuk cepat sampe karena saat itu harus check in di bandara. Karena kelamaan di jalan, akhirnya aku betul-betul ditinggal. Sampai di hotel aku langsung mengangkut barang & check out dengan tergesa-gesa. Lagi-lagi aku harus naik taxi sendiri ke bandara. Alasan teman-teman meninggalkan mungkin masuk akal. Daripada terlambat semua, mereka rela meninggalkanku.

Sepanjang perjalanan ke bandara dengan was-was aku berdoa, kali ini supaya sampe dengan selamat dan tidak ditinggal pesawat. Alhamdulillah karena pertongan Allah, sampai di Bandara Sukarno Hatta, teman-temanku sedang antri check in. Jadi, aku tidak mesti menjadwalkan ulang keberangkatanku ke Banda Acehdanbisa pulang bersama teman-teman.

Begitulah kawan dalam hidup ini. Kadang seseorang harus mengorbankan diri sendiri untuk orang lain. Sebagian yang lain tidak peduli & hanya memikirkan nasib diri sendiri. Termasuk yang manakah kamu?


Konyol 5
Ini kisah awal tahun 2011 lalu.

Saat itu aku bersama adikku ke Bandung. Seorang teman di Jakarta, begitu tahu aku sedang di Bandung, tanpa permisi langsung minta dibelikan oleh-oleh. Gak tanggung-tanggung, brownies Amanda dan nanas Lembang. Waduh..

Sebagai teman, aku berusaha penuhi permintaannya. Belum terbayang kesulitan yang akan aku tanggung. Setelah beberapa hari di Bandung, aku kembali ke kosan adikku di Ciputat (dengan membawa pesanan teman ku tentunya).

Begitu sampe di Ciputat, malamnya tanteku yang di Depok, menelpon, minta kami ke rumahnya. Besoknya aku dengan adikku ke Depok lebih dulu, sebelum ke rumah temanku di Menteng Dalam. Dari Ciputat naik bis ke Depok dengan membawa serta pesanan temanku, betapa repot sebenarnya..

Tiba di Depok, aku langsung menjelaskan bahwa bawaanku itu pesanan teman (sebelum di sangka bahwa bawaan itu untuk tanteku). 

Syukurlah saat itu aku bawa oleh-oleh dari Aceh untuknya dan kemarin sore, suaminya juga baru pulang dari dinas ke Lembang. Malah kami yang disuguhi brownies Amanda, hehe..

Setelah siang, kami pamitan pulang. Adikku kembali ke Ciputat, sementara aku melanjutkan kisah ke Menteng Dalam dengan menumpang Kereta Api kota di stasiun Depok. Sesuai petunjuk temanku, aku harus turun di stasiun Tebet, karena dia menunggu di sana. 
Tanpa teman dalam perjalanan naik kereta api kota jalur Depok-Tebet untuk pertamakali. Di dalam kereta aku duduk gelisah. Setiap berhenti di stasiun, aku celingukan, ini kah stasiun Tebet?

Beberapa kali seperti itu, hingga di sebuah stasiun, naik seorang ibu dengan anaknya yang masih berusia  empat tahunan, duduk di sampingku. Aku SKSD alias nekat ta’aruf saja. Pertama tersenyum, lalu mengomentari celoteh antara dia dan anaknya, dan bertanya tentang anaknya yang kira-kira jawabannya membuat dia bangga. Alhamdulillah, lumayan berhasil.

Sampai pada pertanyaan: “Ibu turun di mana?”
“Di Cikini,” jawabnya.
“Oh, saya belum pernah ke Cikini. Kalau saya turun di Tebet. Siapa duluan sampe, Bu?”
“Cikni masih jauh, duluan Tebet. Bentar lagi sampe stasiun Tebet,” jelasnya. (syukurlah berarti Stasiun Tebet belum lewat, batinku)

Begitu sampe stasiun Tebet, langsung diberitahu oleh si Ibu. “Udah sampe,” katanya.
Setelah mengucapkan terimakasih dan pamitan pada si ibu dan anaknya, aku bergegas turun. Begitulah cara Allah menolongku, melalui seorang ibu dan anaknya. Turun di stasiun dengan tas sandang berisi kotak brownies dan menenteng tas kresek plastic berisi empat atau lima nanas (kurang ingat jumlahnya). Lega ketika sudah turun, meski si teman belum kelihatan bayangannya.


Konyol 6
Kalau ini, kejadian belum lama. Waktu itu menjelang siang. Aku ada jadwal mengajar. Karena tidak bisa masuk kelas, aku berusaha menghubungi komisaris kelas untuk pemberitahuan.

Pertimbangannya, karena tempat tinggal mahasiswa gak jauh dari kampus, aku merasa kasihan kalau mereka datang tapi dosennya tidak hadir.
Ini sudah kebiasaanku sejak awal mengajar. Mungkin pengalaman dulu waktu kuliah, sudah hadir ke kampus, dosennya tidak ada, padahal kita bisa melakukan hal lain daripada menunggu.

Nah, kali ini aku melakukan hal serupa. Kuambil HP dan mulai mengetik sms. Sengaja tidak menelpon, khawatir mereka sedang belajar di kelas. Selesai ketik sms, aku mencari no mahasiswa yang kumaksud.

Dalam hal tertentu, aku suka keteraturan. Misalnya mengelompokkan  beberapa nomor hp dalam kategori group. Hal ini untuk memudahkan mencari nomor dengan kategori sama dan juga kalau mau mengirim sms ke banyak nomor, cukup sekali tekan kan? 
Akan tetapi karena sedikit ceroboh, ketika mau kirim, aku sentuh group “mahasiswa” tanpa menyeleksi terlebih dahulu nomor tertentu. Jadilah sms itu terkirim ke semua nomor dalam group mahasiswa. Alamak… aku menepuk jidadku, pasti mahasiswa yang menerima sms itu kebingungan. Apa pula ini?

Isi sms pun agak riskan dengan menyebut nama salah seorang mahasiswa yang merupakan komisaris kelas.





Apalagi di ‘group mahasiswa’ itu ada beberapa nomor HP mahasiswa yang tidak mengambil mata kuliah denganku semester ini. Tapi karena masih sering mengirimkan info-info dan ucapan selamat hari raya, jadi nomor HP mereka masih tersimpan.
Entah apa yang terpikir sama mereka, aku tidak mau menduga-duga. Mudah-mudahan mereka abaikan dan tidak menyoal tentang sms tersebut.

2 komentar:

  1. Memang terkadang saat kita ingin membantu orang lain, tapi kenyataanya kita sendiri malah yang bisa mendapat masalah. kalo saya dulu sering ga enak kalo ada temen yang mau minjam uang, padahal aku sendiri ga ada, akhirnya aku minjem org lain, saat temenku ingkar janji, jadinya kita yang harus ganti :)..tp gpp buat pengalaman itu, bisa kamu ceritakan untuk anak cucu hehe

    BalasHapus
  2. Terimakasih untuk komennya Seagate:)

    Terkadang pengalaman membuat kita lebih dewasa dan lebih bijak dalam mengambil keputusan di masa depan.
    Biarlah pada saat itu mungkin kita merasa kesal atau apapun.
    Tapi kalau selalu positif thinking, banyak manfaat untuk diri kita

    BalasHapus