Beranda

Kamis, 17 November 2011

CERITA SI PIPIT




Pukul 12.30 Wib, aku tiba di rumah. Sepi, karena tak seorang pun ada di rumah. Aku langsung menuju kamar karena waktu shalat Dhuhur sudah tiba.

Husthh………!!
Terkejut saat membuka pintu kamar. Seekor Burung Pipit sedang kebingungan, berusaha mencari jalan untuk keluar. Entar dari celah mana dia bisa masuk sehingga terperangkap di kamarku. Padahal pintu dan semua jendela untuk akses ke dalam kamar tertutup bahkan terkunci rapat. Agaknya si Pipit juga terkejut karena tiba-tiba ada orang masuk dan disangka mau memangsanya. Aku yang masih terkejut dan sedikit ketakutan, mencoba membuka pintu kamar selebar-lebarnya agar si Pipit bisa leluasa keluar. Kelihatannya dia sudah sejak tadi berusaha keluar namun tidak juga menemui celah.

Ehh, setelah menunggu cukup lama si Pipit tidak juga bisa keluar. Bahkan pintu kamar yang terbuka lebar tidak menarik perhatiannya sedikitpun. Dia tetap berusaha mengitari dan beberapa kali menabrak jendela, berharap menemukan jalan keluar. Sungguh malang si Pipit. Kami sama-sama ketakutan hahaha….. aku takut diseruduknya tiba-tiba oleh kepanikannya karena dia sudah kelihatan lelah dan mulai liar. Sementara dia bersuuzhan bahwa aku akan menangkap dan memangsanya. Sungguh buruk ternyata kawan, efek dari sikap suuzhan itu.

Sambil melihat dari jauh agar si Pipit tidak ketakutan, aku berharap di segera meninggalkan kelakuannya berputar-putar di dekat jendela dan segera berinisiatif keluar lewat pintu. Kasihan si Pipit padahal aku tidak berniat jahat.
Sambil menunggu dia bisa keluar, aku diam saja karena belum bisa berkomunikasi dengan baik dengan si Pipit. Tiba-tiba terpikir olehku akan sebuah kata bijak dari Hellen Keller. Begini kira-kira katanya, “When one door of happiness closes, another opens; but often we look so long at the closed door that we do not see the one which has been opened for us. (Ketika satu pintu kebahagiaan tertutup, yang lain terbuka; tetapi seringkali kita melihat ke pintu yang tertutup begitu lama sehingga kita tidak melihat pintu lain yang telah dibuka untuk kita).  Nyambung gak, ya? :D
Mungkin ini menjadi pelajaran buat kita, manusia, yang disempurnakan penciptaana dengan akal oleh Allah. Ketika kita dirundung masalah, setidaknya kita tidak cepat panik dan terus-terusan mengeluh, seakan-seakan hanya kita saja di dunia ini yang punya masalah (sombong banget ya, memang siapa kita? Siapa coba, hahaha?). Padahal kalau bisa berfikir dengan tenang setiap mendapat masalah, mungkin kita malah akan tambah bersyukur dan dekat dengan Allah. Mungkin selama ini kita terlalu sibuk dengan urusan kita sehingga ada hak-hak orang lain yang kita abaikan. Termasuk juga hak kita kepada Allah, sebagai hamba-Nya. Hak kita terhadap ortu, kakak dan adik, dan lain-lain.
Kembali ke si Pipit, hingga menjelang maghrib, dia masih berputar-berputar di dalam rumah. Meskipun sudah sampai ke dapur dan naik turun tangga tapi dia juga belum menemukan jalan keluar. Kalau melihatku dia malah kembali terbang masuk ke kamar. Padahal ada beberapa ventilasi yang bisa dilewatinya untuk keluar. Aku mulai kesal, karena aku juga takut masuk kamar (ohoho,,, ternyata dia lebih menakutkan buatku). Aku menduga dia memang sengaja ngga mau keluar. Tak sanggup kubayangkan, kalau sampai malam dia masih di kamarku, bagaimana aku tidur? Ya, Allah, jangan sampai harus mengungsi ke kamar lain.
Aku bermaksud memanggil anak-anak tetangga untuk menangkap atau mengusir si Pipit tapi khawatir akan kehebohannya, akhirnya aku urungkan niat. Sementara belum seorangpun tiba di rumah. Aku semakin kesal. Kesal pada diriku, kenapa sama burung sekecil itu saja takut, hah? Akhirnya, si apipit menemukan jalan keluar. Sebuah lubang bekas kabel AC (sehingga dindingnya berlubang). Kenapa mesti dari tempat itu dia keluar? Pantesan dari tadi dia kesulitan menemukan jalan keluar, Apakah ini berarti untuk si Pipit berlaku hukum: darimana kamu masuk maka dari situ pula kamu keluar? Hahaha………….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar